Bidan Delima merupakan Suatu program dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk
meningkatkan kualitas pelayanan bidan dalam memberikan yang terbaik dan
memenuhi keinginan masyarakat. Selain itu, juga sebagai terobosan
strategis untuk pembinaan peningkatan kualitas pelayanan bidan dalam
lingkup Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi.
Tidak sedikit para bidan "bermimpi" menyandang status bidan delima.
Selain dikenal mempunyai standar kualitas, bidan delima juga dijamin
memiliki keunggulan, khusus, bernilai tambah, lengkap, dan memiliki hak
paten. Dengan berbagai manfaat tersebut maka status sebagai bidan
profesional otomatis melekat. "Mimpi" itu penting sebagai renungan pada
Hari Bidan Nasional pada 24 Juni atau Hari Bidan Internasional pada 5
Mei lalu.
Untuk mendapat status bidan delima, wajib
ditetapkan dengan kriteria, sistem, dan proses baku yang harus
dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Selain itu, harus
menganut prinsip pengembangan diri dan semangat tumbuh bersama melalui
dorongan dari diri sendiri, mempertahankan dan meningkatkan kualitas,
serta dapat memuaskan klien maupun keluarganya.
Berbagai
manfaat bidan delima ini juga tersirat dalam lambang dan pengertiannya,
yakni delima dikenal buah cantik, indah, berisi biji dan cairan manis
yang melambangkan kesuburan (reproduksi). Kemudian, warna merah
melambangkan keberanian dalam menghadapi tantangan dan pengambilan
keputusan yang cepat, tepat dalam membantu masyarakat.
Dalam
lambang juga ada warna hitam yang berarti ketegasan dan kesetiaan dalam
melayani kaum perempuan (ibu dan anak) tanpa membedakan. Serta gambar
hati yang melambangkan pelayanan bidan manusiawi, penuh kasih sayang
(sayang ibu dan bayi) dalam semua tindakan atau intervensi pelayanan.
Alhasil, dengan status bidan delima, harapan paling utama yakni
percepatan penurunan angka kesakitan dan kematian ibu, bayi dan anak.
Upaya ini sebagai bagian dari pencapaian target Millenium Development
Goals (MDGs) 2015.
Dalam sebuah Rapat Kerja Kesehatan
Nasional (Rakerkesnas) Regional Tengah di Surabaya awal April lalu,
Menteri Kesehatan dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, mengingatkan kepada semua
pemerintah provinsi agar lebih serius memperhatikan sembilan indikator
pembangunan kesehatan sebagai upaya pencapaian target MDGs 2015.
Menurut dia, ada sembilan indikator yang memerlukan perhatian
serius karena masih sulit tercapai. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi
tahap menengah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2012, salah satunya yakni penurunan angka kematian ibu (AKI) dan
penurunan angka kematian bayi (AKB).
Ia menjelaskan secara
rinci untuk target 2014, masing-masing penurunan AKI dari 100 ribu
kelahiran hidup diprediksi meninggal 118 orang, target penurunan AKB
dari 1.000 kelahiran hidup diprediksi meninggal 24 bayi.
"Tidak hanya itu saja, kami juga merinci empat indikator lainnya yang
statusnya berwarna kuning yakni peningkatan umur harapan hidup pada 2014
targetnya 72 tahun, peningkatan cakupan persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan terlatih pada tahun sama targetnya 90 persen," kata Nafsiah.
Jadi teringat curahan seorang teman, namanya Dita Yonawati. Dia
dulu selama dua bulan pernah belajar dan magang menjadi bidan. Tapi,
kini sudah menjadi seorang perawat di salah satu rumah sakit swasta di
Sidorjo.
"Menjadi bidan itu berat, bahkan bisa stres tingkat
tinggi. Mengapa? Karena bidan langsung berhadapan dengan dua nyawa,
yakni ibu dan bayi. Jika melihat bayi dan ibu selamat, rasanya senang
campur haru bercampur lega gitu deh. Apalagi bisa bantu bayi lahir di
dunia," katanya.
Berdasarkan data dari IBI, tahun ini
tercatat hanya sekitar 11 ribu orang berstatus bidan delima dari sekitar
200 ribu bidan di Tanah Air. Karena itulah, pada 2014 ditargetkan
jumlahnya bertambah 2.000 bidan lagi, sehingga ada 13 ribu bidan yang
sudah mengantongi sertifikat bidan delima.
Pengurus Pusat
IBI memberi syarat, untuk menjadi bidan delima harus memenuhi berbagai
persyaratan, mulai aspek sarana dan pra sarana, peralatan, hingga
manajemen dengan standar tertentu yang kemudian dinilai oleh tim asesor.
Sementara itu, menjadi seorang bidan saat ini sedang diburu. Hal
itu terbukti dari menjamurnya kampus-kampus yang memiliki jurusan
kebidanan. Bahkan, diperkirakan pada 2015, Indonesia akan mengalami
surplus bidan dan sebagian harus dikirim ke luar negeri.
Kebutuhan bidan yang ideal adalah 1 bidan untuk 1.000 warga. Dengan
perkiraan populasi Indonesia sebanyak 250 juta jiwa maka kebutuhannya
sebanyak 250 ribu orang tenaga bidan untuk didistribusikan ke seluruh
Indonesia.
Sebagai bentuk memberdayakan bidan-bidan, IBI
dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) bekerja
sama untuk mengirim sebagian bidan ke luar negeri. Salah satu negara
yang menjadi tujuan pengiriman adalah Timor Leste. Namun, tidak menutup
kemungkinan ke negara lain, seperti Kanada, Australia, Amerika Serikat,
Dubai dan lainnya.
Bidan delima akan memasang lambang delima
di tempat praktiknya yang menunjukkan telah tersertifikasi, sehingga
masyarakat bisa akan mengetahui mana yang sudah bidan delima dan belum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar